Pencatatan Hadis
Di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hadis belum dicatat sebagaimana saat ini. Hadis, di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kebanyakan dihafalkan dan disampaikan kepada orang lain melalui hafalan. Hanya ada sekelompok kecil sahabat yang mencatat hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya adalah Abdullah bin Amr bin ‘Ash. Diriwayatkan bahwa beliau menulis hadis yang beliau dengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian ada orang yang berkata, “Sesungguhnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kadang berbicara sambil marah. Karena itu, jangan ditulis.” Hal ini dilaporkan oleh Abdullah bin Amr kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tulis saja! Demi Allah, tidaklah keluar dari dua bibir ini kecuali kebenaran.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, 18:8)Di antara bukti bahwa kebanyakan sahabat tidak mencatat hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah riwayat dari Urwah bin Zubair, bahwa Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu berkeinginan untuk menulis hadis. Kemudian, beliau bermusyawarah dengan para sahabat, dan mereka menyarankan agar tetap melanjutkan keinginannya untuk menulis hadis. Namun, Umar melakukan istikharah, memohon petunjuk kepada Allah, selama sebulan. Akhirnya, Allah memilihkan salah satu keinginannya dengan memberi kelapangan agar tidak menulis hadis. Umar mengatakan, “Dahulu, aku ingin menulis hadis. Namun, aku teringat sekelompok kaum di masa lalu yang menulis beberapa kitab, kemudian mereka mencurahkan waktunya untuk kitab tersebut dan melupakan kitab Allah. Demi Allah, aku tidak akan mencampurkan kitab Allah dengan yang lainnya.” (HR. Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal; dinilai sahih oleh Ibnu Al-Utsaimin dalam Mushthalah Hadits, hlm. 92)
Ketika di zaman khilafah Umar bin Abdul Aziz, beliau khawatir hadis akan hilang. Kemudian, beliau menulis surat kepada hakim negara yang berada di Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amr, yang isinya, “Perhatikanlah keberadaan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian tulislah. Saya juga takut hilangnya ilmu dan meninggalnya para ulama. Jangan menerima kecuali hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebarkanlah ilmu agar orang yang tidak tahu menjadi tahu, karena ilmu itu tidak binasa, kecuali jika dia dirahasiakan.”
Umar bin Abdul Aziz menyampaikan pesan ini ke seluruh penjuru negeri. Kemudian, beliau memerintahkan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri untuk mengumpulkan dan menuliskan hadis. Jadilah, Ibnu Syihab sebagai orang yang pertama kali mengumpulkan banyak hadis dan mencatatnya, atas perintah Umar bin Abdul Aziz. Peristiwa ini terjadi di awal tahun 100 Hijriah. (Mushthalah Hadits, hlm. 92)
Bentuk-bentuk kitab hadis
Ada beberapa model dan bentuk kitab hadis. Perbedaan masing-masing model terletak pada metode serta sistematika pengumpulan dan penulisan hadis. Di antara bentuk-bentuk kitab hadis adalah sebagai berikut:- Al-Jami’
- Musnad
- Mu’jam
- Ilal
- Juz
Pertama: Kitab hadis yang hanya mengumpulkan hadis-hadis dari satu orang perawi, baik dari kalangan sahabat maupun perawi setelahnya. Misalnya: Juz Hadis Ibnu Abbas, yang isinya hanya memuat hadis-hadis riwayat Ibnu Abbas.
Kedua: Kitab kumpulan hadis yang hanya terkait pembahasan tertentu. Misalnya: Juz masalah “makmum membaca di belakang imam”, karya Al-Bukhari, atau juz tentang “anjuran mengangkat kedua tangan ketika berdoa”, karya Bakar Abu Zaid.
- Athraf
- Mustadrak
- Mustakhraj
Terkadang, kitab al-mustakhraj memiliki matan yang berbeda dengan matan hadis pada kitab yang ditakhrij, namun disebutkan dengan lafal yang berbeda, hanya saja perawinya sama.
- Sunan
- Mushannaf
Referensi:
- Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah. Ahmad bin Abdul Halim Ibnu Taimiyah Al-Harrani. Mauqi’ Al-Islam.
- Mushthalah Hadits. Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin. Dar Al-Haramain. Mesir. 1421 H.
0 komentar:
Posting Komentar